Jumat, 09 Juli 2010

Sandal Putus, Traffic Light, dan Parfum


Ketika makan di warung burjo, sandal hijau favoritku putus talinya. Bagian kanan pula! Mitos di Jepang, sandal putus merupakan pertanda buruk. Untungnya aku di Jawa sehingga sandal putus ini ku ketahui sebabnya dengan pasti, sudah tua dan seharusnya diganti. Akhirnya setelah mengantar Eyang pulang, ku masukkan sandal sebelah kanan ku itu pada kantong plastik. Selesai perkara. Aku pulang dengan kaki kiri bersandal sedangkan kaki kanan cekeran. Toh malam- malam tak ada yang memperhatikan. Bodo amat! Tapi aku mewaspadai tempat pemberhentian sementara semacam.....perempatan ber-Traffic light. Di tempat semacam itu lah terkadang orang iseng memperhatikan sekelilignya lebih seksama.

Kalau toh ada yang iseng banget dan bertanya , ” Eh,Mbak..kok ga pake sendal?” Aku cukup nyengir dan memperlihatkan sendalku yang putus talinya. Optimis, mereka akan maklum. Untungnya tak ada yang segila itu mau bertanya.

Tepat di perempatan Mirota Kampus, lampu merah, terpaksa berhenti. Penunjuk waktu berubah mundur dari angka 76, 75, 74, dan seterusnya. Aku melirik kanan dan kiri..sepertinya tak ada yang menyadari kejanggalanku. Aku tertawa dalam hati, penuh rasa kemenangan.

Begitu angka ke-20, traffic light menyala dua sekaligus. Aatas merah bawah hijau, menyala dua- duanya. Aku dan belasan orang yang berhenti di sana memiliki pikiran yang sama, bisa jadi itu hijau untuk yang belok ke kiri, yang lurus belum hijau. Maka kami pun tetap setia patuh pada traffic light itu hingga akhirnya ketololan itu mulai membuat kami ragu. Benarkah lampu hijau yang menyala bersamaan dengan lampu merah itu hanya diperuntukkan bagi pengguna yang belok kiri?? Pada detik ke-9, satu motor mulai maju mundur, ragu-ragu. Yang lain tertular ragu-ragu. Pada detik ke-5, motor itu pun melaju meski tampak sekali ragu- ragu. Yang lain masih ragu-ragu, namun sudah bersiap melaju. Anehnya, setelah angka ke-1 berakhir dan seharusnya diikuti angka 0!!!!! Ternyata angka kembali menjadi 90 dan kedua lampu yang menyala itu padam digantikan lampu kuning. LOH!?! Spontan kami semua tancap gas dan memaki-maki, ”TELO! LAMPUNE RUSAK!”

Begitulah....ternyata traffic light itu berhasil mempermainkan kami, manusia. Padahal traffic light itu dibuat oleh manusia. Malahan manusia mematuhinya. Bahkan tertipu olehnya. Puaslah traffic light itu tertawa. Lalu, yang bermasalah itu siapa?? Entahlah, jangan mengajukan pertanyaan rumit yang susah dijawab ya.

Merasa terhina karena ditipu oleh benda ciptaan manusia, aku pun melaju agak kencang. Sedikit marah, butuh angin segar. Otakku masih lumayan bekerja, meski terbukti ditipu mentah-mentah oleh lampu, hidungku menangkap aroma yang segar. Aha! Ini aroma parfum yang sangat ku suka. Spontan aku mencarinya.

Parfum dapat menunjukkan selera dan karakter pemakainya, demikianlah ajaran guruku. Maka dengan penuh keyakinan, aku menyimpulkan bahwa orang yang memilih dan memakai parfum ini tentulah orang yang sesuai karakternya dengan parfumnya. Aku menyukai parfumnya, otomatis aku akan menyukai karakter penggunanya. Meski hanya sedikit, namun rasa suka itu pasti ada. Alangkah bahagianya bertemu cowok yang bisa membuatku menyukai dirinya, biarpun berawal dari parfumnya. Hee....

Hidungku mengikutinya. Aroma itu disinyalir berasal dari salah satu pria di atas motor cowok di depanku. Semakin menjadilah aku. Ku ikuti motor itu, kupertahankan jarak yang tepat sehingga aroma parfumnya terus tercium olehku. Aku mabuk kepayang. Pikiranku sudah sampai pada fase dimana aku tengah ngobrol dengan orangnya. Aih...dasar perempuan mengkhayal kemana-mana. Aku membayangkan wajahnya, sayangnya yang kutatap hanya punggung mereka.

Lampu merah di sebelah barat Purna Budaya, ternyata aku berhenti tak jauh dibelakang mereka. Hihihi...yes! aku masih punya peluang mengikutinya. Hijau, dan Eragonku pun melaju mengimbangi mereka. Angin malam membawakan aroma parfum itu lagi. Ow..ow..ow...cowok ini...aku pengen kenalan.....!!! Histeria, hinga lupa aku seperti orang gila yang hanya mengenakan sandal di kaki kiri saja.

Sayang sekali, ternyata di perempatan MM tanpa sadar aku bisa menyelinap hingga di baris depan, mereka tetap tertahan mobil di barisan belakang. Oh...shit! Maksud hati ingin di belakang mereka dan tetap membaui parfum itu, tapi takdir tak mengijinkannya. Aku sempat- sempatnya berkhayal mereka memperhatikan ada cewek aneh yang tidak pakai sendal, mereka saling berbisik penasaran, dan kenangan mengesankan ini terus mereka ingat. Kemudian suatu ketika dia bercerita pada kawannya, ” Eh, aku pernah lho liat cewek ga pake sendal naik motor.” Maka hatiku pun bersorak sorai merayakannya. Bahwa diriku tetap hidup dalam kenangannya! Cowo misterius dengan parfum yang sangat ku suka mengingat diriku sebagai cewek misterius yang ga pake sendal. Oh...indah sekali bukan...?

Hmm...perjalanan yang terasa amat jauh. Aku merasa mengenal cowok itu, merasa dekat, merasa begitu memahami dirinya. Malam yang indah meski bintang tak tampak, meski bulan tidak purnama, namun hatiku tertambat padanya. Aku yakin, suatu saat aku akan menemukannya kembali. Idih.........