Rabu, 29 Juni 2011

Antara Musik, Diary, Demonstrasi, dan Patah Hati

(Bagian 1. Buku Musik)

Tak ada hubungan? Hm..kenyataannya itu sangat berkaitan sekali bagiku. Dimulai sejak tahun 2000, saat aku masih kelas tiga SMP.
Pertama kalinya aku pindah kelas, dari kelas E menuju kelas D. Pertama kalinya pula nomer absenku berubah dari nomer urut 1 jadi nomor urut 38. pertama kalinya pula aku berteman dengan orang- orang super aneh di kelas itu. Ada teori yang selama ini diam- diam kumunculkan, bahwa siswa- siswa di kelas D adalah orang- orang yang aneh. Terinspirasi dari tetangga kelasku, anak- akan kelas 1D. Lalu, kakak kelas 2D yang pernah duduk sebangku saat ulangan catur wulan.kemudian anak kelas 3D yang aneh pula. Akhirnya aku pun memiliki teori, bahwa anak kelas D aneh. Maka, betapa terkejutnya diriku ketika aku membaca pengumuman pagi itu, bahwa aku menjadi warga 3D dengan nyata. Hiks....

Hanya ada delapan orang yang aku kenal di kelas baru ku itu. Kebetulan mereka pun sekelas dengan ku saat di kelas satu dan kelas dua. Maka terintimidasilah aku dan ke tujuh temanku di kelas itu. Secara sadis, kami semua tidak mendapat kesempatan lain kecuali menempati bangku- bangku paling depan. Semua bangku di bagian belakang dan tengah telah dihuni oleh warga kelas D yang lama (yang sebelumnya anak kelas 1D, dan 2D). Dengan pasrah, kami pun berpasang- pasangan menempati bangku demi bangku yang tersisa. Ajaibnya lagi kami semua perempuan.

Maka dimulailah kehidupan dalam keanehan ini. Teman- teman baruku itu....macam- macam. Ada yang menjadi top rank sebagai siswa bolosan. Ada yang top rank sebagai gadis populer. Ada pula yang pandai sekali dan menjadi tumpuan kawan- kawannya saat PR harus dikumpulkan. Ada pula yang super cuek dan tidak peduli dengan cewe- cewe. Preman mania pun ada. Tampang seram, kata- kata selengek'an juga dada. Sungguh....gado- gado. Setelah hampir setengah tahun berlalu, ternyata kami pun mendapat rangking pertama sebagai kelas 3 yang paling susah diatur, nilai rata- ratanya rendah, dan banyak melawan...hiks...hiks...
Aku pun tak kalah anehnya. Setiap jadwal piketku, aku selalu membawa kemoceng dari rumah. Entah mengapa aku merasa bahwa nasibku dengan alat- alat kebersihan kelas tidak bagus. Meski KAS sudah dibelanjakan menjadi jam dinding, tiga sapu, dan satu kemoceng, secara ajaib dalam waktu satu sampai dua bulan inventaris kelas itu raib. Maka jadilah aku membawa kemoceng tiap hari Senin, sebagai wujud tanggungjawab ku terhadap kebersihan kelas hari itu.

Saat membeli jam dinding, kardus tempat jam itu pun berubah menjadi kotak Pizza palsu, lengkap dengan merk dan rasanya, ditambah salam- salam dari anak- anak sekelas. Bila saat mengumpulkan iuran tiba, maka kotak itu pun berubah menajdi kotak infak.

Pojokan barat kelas kami, berubah menjadi dinding salam- salam. Karena tiap hari kami harus geser satu meja dari depan ke belakang, dan tiap minggu geser satu blok ke kiri, maka pojokan kelas itu lah prasasti kelas kami yang mengukir macam- macam tulisan. Bahkan contekan mata pelajaran sejarah pun ada, sehingga menjadi berkah bagi siapa pun yang kebetulan duduk di sana pada saat THB. Sebelum lulus, wali kelas kami mengharuskan kami membersihkan tulisna itu, atau kami diancam tidak diluluskan. Hiks …..(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar