Rabu, 29 Juni 2011

Antara Musik, Diary, Demonstrasi, dan Patah Hati (episode 2)

Berawal dari keanehanku dalam bidang musik, maka muncullah duo buku musik di kelas itu. Aku sebagai pemicunya, dan Zuzu sebagai korbannya. Karena melatih jari- jariku agar lancar bergerak diatas tuts piano, meja kayu ku pun sering ku pencet- pencet. Jari- jariku bergerak- gerak terus seakan sedang main piano. Hingga temanku yang duduk di depanku bilang, “ Jaimu sakit, El? Gerak- gerak sendiri.”

Meski tersinggung dan malu, toh akhirnya muncul penyelamat. Saat itu sedang demam serial Long Vocation di TV. Hampir semua anak di kelas nonton. Kebetulan tokoh utamanya, Sena, adalah mahasiswa jurusan musik dan guru les piano. Maka keanehan ku itu pun sedikit termaklumi. Kemudian Zuzu yang entah mengapa sangat senang pada serial itu, segera minta pada orang tuanya untuk membelikan piano. Sejak saat itu lah kami berdua rajin berdiskusi tentang lagu- lagu untuk latihan, kaset musik clasik, dan tuts piano. Ada perasaan keren, karena kami belajar membaca not balok. Ada perasaan aneh, tiap kami membicarakan lagu Bethoven, Mozart, Bach, atau Taikovsky. Dan begitu puasnya tiap kami berhasil memainkan satu lagu baru dari hasil latihan.

Aku pun berani menunjukkan pada Zuzu tiga buah lagu ciptaanku. Dia memujinya bagus, meski sebenarnya aku sadar betul itu teralu sederhana. Dia meminjam buku musik ku dan begitu pula sebaliknya. Kenangan saat kami tertawa terpingkal- pingkal karena tidak bisa mengikuti tempo lagu Rondo Ala Turca-nya Mozart.

Selain itu, aku pun termasuk sebagai anggota Marcing Band di sekolah. Aku sebagai menabuh Snar Drum. Dalam tim ini, ada 2 lagi bagian Snar Drum, mereka adalah dua dari anggota Gank gadis populer di sekolah. Selain itu satu orang bagian Tenor Drum, seorang bagian Bass Drum, dan juga tiga orang anggota melodi di Marchin Band. Kemudian pom pom girl-nya ada empat. Maka, muncullah kelompok Marcing Band di kelas ini. he..he..he..he..ketika kami sedang laku- lakunya tampil di berbagai acara, kelas langsung terasa sepi.

Waktu pun tanpa terasa berlalu begitu cepat. Hingga ujian akhir SMP pun tiba. Kami sibuk sekali belajar dan les. Maka piano kami pun merana. Marching Band dikurangi. Kenangan bersama kawan- kawan sekelas semakin terasa berwarna, karena kami pulang les di sekolah hingga sore.
Lalu, saat menunggu pengumuman kelulusan....aku mengejar ketinggalan latihan piano. Aku pun berhasil menguasai satu lagu baru. Bangganya aku. Hinga saat ini, itulah satu- satunya lagu paling rumit yang ku kuasai.

Aku bertekat, akan memperbanyak latihan dan melebarkan pengalaman. Niatanku aku akan belajar biola dan harpa juga. Mempelajari berbagai macam lagu- lagu clasik. Memburu partitur lagu clasic. Mendalami note balok. Cita- cita yang indah

Pada masa- masa kelas 3 SMP, aku menjalani hari- hari sebagai anggota kelas 3D yang rame, aneh, dan seru. Banyak kejadian yang menghiasi hari- hari ku di kelas itu.

Mulai dari cinta segi empat ga jelas antara aku, Zuzu, Sapu, Puji dan anak cewek kelas 3C. Gara- garanya si anak kelas sebelah yang terdeteksi naksir berat Sapu sejak kelas satu sirik banget ma Zuzui. Kebetulan Zuzunya juga suka ma Sapu. Eh..ternyata Puji, teman sebangku ku pun naksir abis pada Sapu. Nah, sebagai sohib mereka berdua (Puji dan Zuzu), aku netral saja. Celakanya Sapu duduk di depanku, sering ngobrol denganku pula. Jadi deh..aku dicemburuin Zuzu. Bahkan temen- temen sekelas langsung tahu kalau kami ada masalah, karena Zuzu tahu- tahu nangis- nangis gitu, mecahin penggaris, and ga mau bicara padaku gara- gara aku becanda dan ketawa- ketawa heboh sama Sapu pas Les. Ampun deh..kami khan membahas tentang lelucon konyol si Piput. Lalu saat wali kelas menghukum anak- anak yang dilaporkan sering ribut sendiri saat pelajaran, dan menukar teman sebangku beberapa anak. Naasnya si Puji di tuker sehinga dia berada di blok yang terpisah jauh dari Sapu. Ada acara nagis segala. Tambah puyeng deh diriku ini. Si Sapu bukannya membantu menyelesaikan masalah, dia malah curhat habis- habisan tentang anak kelas sebelah dan si Zuzu. Payah....

“ Aku bingung,El,” kata Sapu.
Aku diam.
“ Gimana ya?” tanya Sapu.
Aku diam.

(bersambung....)

Antara Musik, Diary, Demonstrasi, dan Patah Hati

(Bagian 1. Buku Musik)

Tak ada hubungan? Hm..kenyataannya itu sangat berkaitan sekali bagiku. Dimulai sejak tahun 2000, saat aku masih kelas tiga SMP.
Pertama kalinya aku pindah kelas, dari kelas E menuju kelas D. Pertama kalinya pula nomer absenku berubah dari nomer urut 1 jadi nomor urut 38. pertama kalinya pula aku berteman dengan orang- orang super aneh di kelas itu. Ada teori yang selama ini diam- diam kumunculkan, bahwa siswa- siswa di kelas D adalah orang- orang yang aneh. Terinspirasi dari tetangga kelasku, anak- akan kelas 1D. Lalu, kakak kelas 2D yang pernah duduk sebangku saat ulangan catur wulan.kemudian anak kelas 3D yang aneh pula. Akhirnya aku pun memiliki teori, bahwa anak kelas D aneh. Maka, betapa terkejutnya diriku ketika aku membaca pengumuman pagi itu, bahwa aku menjadi warga 3D dengan nyata. Hiks....

Hanya ada delapan orang yang aku kenal di kelas baru ku itu. Kebetulan mereka pun sekelas dengan ku saat di kelas satu dan kelas dua. Maka terintimidasilah aku dan ke tujuh temanku di kelas itu. Secara sadis, kami semua tidak mendapat kesempatan lain kecuali menempati bangku- bangku paling depan. Semua bangku di bagian belakang dan tengah telah dihuni oleh warga kelas D yang lama (yang sebelumnya anak kelas 1D, dan 2D). Dengan pasrah, kami pun berpasang- pasangan menempati bangku demi bangku yang tersisa. Ajaibnya lagi kami semua perempuan.

Maka dimulailah kehidupan dalam keanehan ini. Teman- teman baruku itu....macam- macam. Ada yang menjadi top rank sebagai siswa bolosan. Ada yang top rank sebagai gadis populer. Ada pula yang pandai sekali dan menjadi tumpuan kawan- kawannya saat PR harus dikumpulkan. Ada pula yang super cuek dan tidak peduli dengan cewe- cewe. Preman mania pun ada. Tampang seram, kata- kata selengek'an juga dada. Sungguh....gado- gado. Setelah hampir setengah tahun berlalu, ternyata kami pun mendapat rangking pertama sebagai kelas 3 yang paling susah diatur, nilai rata- ratanya rendah, dan banyak melawan...hiks...hiks...
Aku pun tak kalah anehnya. Setiap jadwal piketku, aku selalu membawa kemoceng dari rumah. Entah mengapa aku merasa bahwa nasibku dengan alat- alat kebersihan kelas tidak bagus. Meski KAS sudah dibelanjakan menjadi jam dinding, tiga sapu, dan satu kemoceng, secara ajaib dalam waktu satu sampai dua bulan inventaris kelas itu raib. Maka jadilah aku membawa kemoceng tiap hari Senin, sebagai wujud tanggungjawab ku terhadap kebersihan kelas hari itu.

Saat membeli jam dinding, kardus tempat jam itu pun berubah menjadi kotak Pizza palsu, lengkap dengan merk dan rasanya, ditambah salam- salam dari anak- anak sekelas. Bila saat mengumpulkan iuran tiba, maka kotak itu pun berubah menajdi kotak infak.

Pojokan barat kelas kami, berubah menjadi dinding salam- salam. Karena tiap hari kami harus geser satu meja dari depan ke belakang, dan tiap minggu geser satu blok ke kiri, maka pojokan kelas itu lah prasasti kelas kami yang mengukir macam- macam tulisan. Bahkan contekan mata pelajaran sejarah pun ada, sehingga menjadi berkah bagi siapa pun yang kebetulan duduk di sana pada saat THB. Sebelum lulus, wali kelas kami mengharuskan kami membersihkan tulisna itu, atau kami diancam tidak diluluskan. Hiks …..(bersambung)

Jaket Merah dan Tabel Unsur- Unsu (episode 3)


Bosan karena dosen tak datang juga, akhirnya aku melamun sambil mendengarkan temanku bercerita. Nah, pada saat itulah tanpa sengaja aku melihat jaket merah bergerak diantara kerumunan orang di pelataran GKU. Sebenarnya tak ada yang istimewa, mungkin karena jaketnya berwarna merah saja. Anehnya, merahnya pun sangat biasa, tidak menyala. Tapi mataku tak bisa lepas juga, sampai akhirnya jaket merah itu menghilang di balik gedung. Ah...bodo amat.

Kemajuan teknologi memungkinkan orang dapat berkomunikasi tanpa harus bertatap muka langsung. Demikian pula kemajuan teknologi itu menggantikan keberadaan dosenku di kelas. Kami cukup menatapnya, dan beliau tak pernah menatap kami. Kami cukup mendengarkannya, sambil makan biskuit kelapa dan bercerita tentang cinta, sementara dosen kami menjelaskan rumus fisika. Aku cukup mencatat apa yang ditayangkan mesin kotak bernama televisi itu, sementara jeda untuk mendengarkan penjelasan logis mengenai rumusnya ku gunakan untuk menulis cerpen atau mencorat-coret kertas. Ditengah kebosanan itu mataku menatap sesuatu, ” Hiiiiiy.....kok ada si Jaket Merah!!?? Ngapain dia di situ????”

Otakku mengajakku berfikir sejenak. Kayaknya pernah liat. Nah lo siapa? Berfikir positif mengenang masa SMA, aku mengira dia adalah kakak kelasku. Hmm..hmm..hmm.. postur mirip, potongan rambut mirip, tinggi badan mirip, wajah mirip, bahkan se-item -itemnya kulit pun mirip. Oh....senangnya....ada kakak kelasku. Ditengah kerumunan almamater SMA lain, dan aku terdampar sendirian di sini, akhirnya aku menemukan orang seperguruan. Thanks God! Aku terharu. Meski pun aku hanya sempat melihatnya setelah usai upacara bendera, atau ketika berkunjung ke gedung selatan (SMA ku terpisah jalan sehingga ada gedung utara dan gedung selatan), aku merasa bahwa dengan menyebutkan nama almamater kami, dia akan membuka kesempatan untuk berbincang bersama. Huray! Huray! Tralala! Tralala!

Eits! Sepertinya ada yang aneh. Jika memang kesempatanku bertemu kakak kelas ini hanya pada saat upacara dan berkunjung ke gedung selatan....itu artinya....dia kelas tiga pada saat aku kelas satu, dia sudah lulus pada saat aku kelas dua dan menempati gedung selatan juga ( kelas 1, fasilitas olahraga, dan lapangan ada di gedung utara, sementara kelas 2& 3 ada di gedung selatan). Lalu...kenapa dia jadi mahasiswa baru sama dengan aku???? Ah, masa sih? Mungkin ga sih?? Salah ga ya???

Akibat dari rasa penasaran itulah, si Jaket Merah menjadi buruanku. Setiap hari aku berusaha mencarinya di GKU. Setiap kuliah di kelas yang sama, aku memperhatikan gerak- geriknya. Semakin aku berusaha mengingat dan mencocokkan wajahnya dengan ingatanku, semakin aku bingung dan ragu apa benar itu kakak kelasku. Kok semakin lama semakin tidak mirip ya?? Jangan- jangan karena sudah dua tahun tak berjumpa maka wajahnya pun telah berubah. Hohohoho...manusia kan tambah tua. Mencari data pendukung untuk menguatkan dugaanku, aku mulai bertanya pada teman- temanku. Mereka malah ketularan ikut memburu si Jaket Merah. Mereka bahkan melaporka kejadian- kejadian yang berkaitan dengan Jaket Merah padaku. Hingga akhirnya ku ketahuilah namanya dari daftar hadir mahasiswa. JEDER!!!!!!! ” Serius nih namanya ini? Ga salah tulis?” batinku berteriak minta jawaban.

Demikianlah, bahwasanya si Jaket Merah tidak lagi si Jaket Merah. Kini entah bagaimana caranya hal -hal yang mengingatkan namanya muncul dimana- mana. Di toko besi, di koran, di lembar kerja praktikum, dan di tabel unsur- unsur. Terutama di tabel unsur- unsur. Li, Na, K, Rb, Cs, Fr. Be, Mg, Ca, Sr, Ba, Ra. Dan seterusnya. Namanya itu menggerogoti otakku. Namanya itu, sangking anehnya, membuat aku semakin penasaran. Namanya itu menghantuiku! Parah!

Kemudian, ketika sudah sampai pada batas kemampuan otakku, aku pun menyerah dan bertanya pada orang yang tepat, memastikan dengan tegas bahwasanya dia kakak kelasku atau bukan. Jawabannya adalah, ”Ga mungkinlah. Dia baru lulus SMA bareng kita kok.”

Tuing....aku pun error seketika.

Yeah. Sejak saat itulah rasanya aku terus memperhatikan dirinya. Tabel unsur unsur menjadi poin khusus yang mengingatkanku padanya. Rasa penasaran mengantarkanku hingga aku menyukainya. Menyukai si Jaket Merah yang ku kira kakak kelasku itu. Hohohoho.....ternyata rasa suka itu ga peduli bagaimana alasannya ya. Bahkan ga peduli walau itu harus mengingatkan pada Li, Na, K, Rb, Cs, Fr, Be, Mg, Ca, Sr, Ba, Ra Sc, Y, La, Ac,.....,Xe, Rn.

Gag Gag Gag

Maka dimulailah cerita ini pada masa kegelapan, ketika lampu padam, dan ketakutan mencekam seisi desa. Pada saat itulah, aku mendapat pesan untuk membeli sekotak lilin sebagai penyelamat hidup teman- teman di pondokan KKN…..

Di tepi kolam ikan, di halaman bawah Green House, dengan ditemani suara jengkerik, aku dan dua orang lagi sedang mendiskusikan tentang kehidupan. Mulai dari tukang bakso yang kesasar di kuburan, keris bertahtakan permata yang dilarung ke laut kidul, hingga tengah malam berlari ke tepi selokan Van der Wick karena tersiksa oleh mimpi buruk. Semua itu begitu kental dengan mistik. Begitu mengerikan hingga bulu kuduk berdiri. Begitu menghanyutkan pikiran untuk makin paraniod menghadapi kegelapan yang mencekat. Aku ketakutan, pohon asem jawa yang berdiri tegak di hadapan kami tampak semakin angker. Suara air sungai yang mengalir tepat di samping Green house menambah aura mistisnya, mengingat bahwa konon di tempat tersebut ada genderuwo bersemayam. Hingga aku memutuskan untuk tidak kembali ke Grey House, memilih untuk menginap saja di sini, toh anak2 cewek di Grey House izin pulang.

Jam sudah menunjukkan pukul 2 malam, ketika diskusi itu diakhiri. Teman cewekku bergidik, kedinginan, dan segera menyembunyikan dirinya dalam selimut tebal di kamar. Karena penghuni kamar tidur cewek penuh, maka aku pun mengalah dan tidur di luar, di depan TV bersama seorang cewek lain yang memilih tidur diluar.

Mataku begitu sulit terpejam, aku tengkurap, aku miring, aku salah tingkah, namun tetap tak bisa tidur. Samar- samar aku mendengar suara motor dibawa turun ke halaman bawah (Green House punya semacam ruang bawah tanah dan halaman bawah. Hanya tangga tanah dengan batu sekedarnya saja yang menjadi jalan turun ke sana). Aku segera terjaga, duduk, mengamati keadaan sekitar, teman disampingku sudah terlelap, yang lain pun sudah terlelap di kamar. Kembali aku mencoba untuk tidur, tapi dinginnya lantai –aku tidur di atas selapis karpet yang lumayan tipis- semakin membuatku susah tidur. Ditambah lagi, hembusan angin malam menerobos masuk melewati celah di bawah pintu. Ough....aku menggigil kedinginan. Berkali- kali aku terjaga, memandang jam yang ku rasa begitu lambat bergerak. Badanku letih. Pikiranku lelah. Hingga adzan subuh berkumandang.

Selesai adzan subuh, aku bangun. Mengumpulkan seluruh kesadaran yang tersisa, aku memutuskan kembali ke Grey House. Aku membayangkan kamar yang aman, yang terlindung dari tiupan angin malam, dengan kasur, selimut, dan bantal yang nyaman. Ada sedikit penyesalan mengapa aku tak kembali saja tadi. Namun pikiran warasku mengajakku untuk segera pulang. Aku membuka pintu peralahan agar tidak membangunkan yang lain. Begitu aku berada di halaman, aku terkejut, karena motorku ada di sana. Di halaman bawah. Lagi- lagi pikiran warasku mengajakku untuk segera berusaha membawa motor itu ke atas, namun, tenagaku tak cukup untuk mendorongnya ke atas, bahkan meski aku menstater motor, pun aku tak sanggup menanjaki tangga batu itu. ” Ah...bodo amat, aku mau pulang,” teriakku dalam hati. Aku mengaduk2 isi tasku, mencari kertas dan spidol. Aku menulis pesan bahwa aku pulang ke Grey House dan menitipkan motorku di sana, ku tinggalkan kunci di samping TV, dan aku akan kembali nanti siang setelah aku puas tidur. Begitu rencanaku. Cerdas, pujiku pada diri sendiri.
Maka, dengan setengah mengantuk, aku berjalan menuju Grey House yang berjarak sekitar 500m dari Green House.

Celakalah aku, yang tak berfikir waras 100%. Aku tak peduli dan ingin segera tidur nyenyak, sampai- sampai aku melupakan rute pulang ku. Bahwa aku harus melewati kuburan di tikungan, melewati jembatan yang- kata kormasitku- pernah muncul penampakan pemancing ikan yang menghilang setelah ditengok kembali, melewati tepi sawah, kemudian jalan setapak di tepi lahan tebu. Dan langit masih gelap.

Aku menggigil, berdebar, hampir terbirit- birit lari balik saat gerbang kuburan itu sudah tampak. Namun aku kelelahan dan mengantuk. Aku terlalu lelah untuk berlari.. Aku bertekad, bahwa apa pun yang akan muncul tiba- tiba dari kuburan itu menghadangku, tak akan ku pedulikan. Dengan setengah mengigau aku berguman, ” Aku ga ganggu, cuma lewat, aku cuma pengen segera sampai untuk tidur....jadi...jangan ganggu aku ya..” (dalam hati aku baca ayat kursi sampai ga inget berapa kali).

Huff...kuburan berlalu...negosiasiku berhasil. Aku masih terkantuk- kantuk. Bahkan kesandung di jalan beraspal, tanpa tahu ada batu beneran atau tidak.

Rintangan kedua, Jembatan.. sial..lampunya mati. Meski ada lampu jalan yang besar di ujung tanjakan menerangi, namun lampu di tengah jembatan itu berarti sekali meningkatkan yaliku bila menyala. Kakiku gemetaran, sial! Andai aku bawa motor, sepeda atau sepatu jet. Sayangnya itu tak ada. Lebih naas lagi, seekor anjing berjalan mendekati ku dari arah yang berlawanan. Busyet...mana gue takut anjing lagi. Telapak tangan ku berkeringat, sial, sial, sial...aku ketakutan. Ku lewati jembatan itu, sementara anjing sialan itu berdiri mengamatiku di ujung jembatan yang lain. Argh!!!!! Aku cuma pengen tidur! Bodo amat ma anjing, setan, penampakan atau apa pun!!
” Ga usah ganggu aku, Njing! Aku ngantuk banget. Ga kasihan liat aku?! Sana geh pergi..! Awas loe gigit gue! Dosa loe ganggu orang lagi ngantuk!” gerutuku pada si anjing. Anjing itu menatap ku. Nyebelin deh, tatapannya prihatin! Sial! Tapi yang penting ga digigit, disalak, atu dikerjar.

Hampir sampai di ujung tanjakan, di bawah lampu desa, ada nenek- nenek berdiri. Hah...apa lagi niy? Moga bukan nenek jadi- jadian. Si Nenek pun menatapku cukup lama, meyakinkan dirinya sendiri apakah aku setan ato orang gila, subuh- subuh keliweran di jembatan angker. Emang dia kira aku ga kalah kagetnya?!? Hampir loncat jantungku tadi pas liat siluetnya. Untung otak waras ku ngasih tau, kalo itu nenek yang tinggal di rumah di ujung tanjakan. Sebagai anak KKN yang baik, maka aku pun menyapa, “ Nuwun, Mbah...Nderek langkung....” Sekitar tiga puluh detik setelah aku menyapanya (coba praktekkan seberapa lama jeda itu), barulah si nenek menjawab, “Ngih....” dengna nada 100% ragu.

Haaaah...perjalananku kok ga habis- habis siy? Perasaan kalo pake motor cuma 5 menit deh, ni jalan kaki aja rasanya berjam-jam.

Berikutnya, sawah dekat SD...Senyap....huhuhu...tu sawah kalo pagi buta gini malah bikin gentar aja yah?? Biasanya juga ga ada serem- seremya, begitu liat di sebelah kanan ku sawah membentang begitu luas...lagi- lagi kesadaranku menciut digantikan ketakutan..

” Hiks..hiks...aku pengen tidur....,” rengekku pelan.

Badanku makin letih saja, dan aku sama sekali tak peduli dengan tanaman tebu yang sudah menjulang tinggi di sekitar jalan setapak menuju Grey House. Bodo! Bodo! Bodo! Gw mau tiduuuuuurrrrrrrrrrrrrrr...........!!!!!!!!!!!

Oh...belum pernah aku merasa bahwa Grey House begitu berartinya selama ini. Ketika aku menjulurkan tanganku membuka pintunya, aku merasa sudah memenangkan lomba marathon 20 KM (lebay) dan dihujani pita warna warni.... Aku gembira, terharu, dan bahagia. Kasur di kamar cewek yang hangat langsung terbayang olehku....indahnya....bantalku...selimutku....Oh....nyamannya....

Aku mempercepat langkahku dan segera menuju kamar. Tapi, mataku yang sudah terlatih dalam gelap ini menangkap sebentuk objek samar-samar di atas kasurku. Penuh emosi, aku menekan sakelar lampu, dan ternyata.....
”Om????? Don???” seruku penuh kekecewaan yang berarti.
Mereka terkejut, dan reflek mencoba bangkit dari tidur...., ”Oh...bunda....” kata mereka kompak, lalu tidur lagi...

Seketika aku menitikkan air mata. Kasur kami (para cewek)...selimut kami...bantal kami...hiks...yang wangi....hiks.....dipake....hiks...seeediiiihhhnyaaaaa.............

”Huhuhuhu...hiks...hiks...hiks....kalian jahat.....” sambil menelan pahitnya kekecewaan dan kelelahan yang sangat, aku mengalah dan menempati kamar cowok yang kosong...hiks...yang berantakan....hiks...yang bau jamur.....hiks.....

” Hwa....hwaaaa......hwee.....hweeee........,” aku menangis kesal sambil melempar apa pun yang teronggok dengan anehnya di kasur cowok2 itu. Ku lempar sarung, celana dan kaos mereka ke pojokan kamar, aku ga peduli! Aku marah! Aku capek! Aku ngantuk! Dan aku membutuhkan tempat tidur.........Hweeee....ya sudahlah...yang penting tidur.....

Seketika aku menjatuhkan diri ke kasur, tak peduli apa pun, pokoknya aku cuma pengen tidur. Meski kenangan perjalananku yang panjang itu berputar kembali di otakku, meski perih...aku hanya memerlukan beberapa detik untuk terlelap dan tak ingat apa- apa lagi. Tidur pulas sampai puazzzzz!!!!

Setelah bangun...dua orang rekan satu sub unitku itu minta maaf dan menyesal. Mereka prihatin melihat diriku. Dan... mereka tertawa ngakak mendengar ceritaku. Bukan hanya mereka....semua anak di sub unit 1 dan 2 ngakak, ditambah bapak, ibu, mas, dan mbak pondokan, ngakak. NGAKAK SEMUA!!!!!! NGAKAK!!!! :(

Simpul Awal Dasar Merajut

Apa kabar teman-teman? Sudah mendapatkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk merajut? Nah...inilah saatnya untuk mulai merajut.

Pertama-tama, perlu saya jelaskan, bahwa dalam merajut, teman-teman harus menguasai teknik dasarnya.  Memang sih...begitu semangat merajut meluap-luap....inginnya langsung bisa dan langsung jadi. Hedew....itu mah sulap...tapi dengan teman-teman menguasai teknik dasar merajut, selanjutnya akan memudahkan teman-teman merajut berbagai macam benda degan mudah.

Baiklah....baiklah....kita mulai dengan membuat simpul awal

A. Simpul Awal
Ambil ujung benang . Lilitkan benang pada jari telunjuk dan tengah (atau telunjuk saja) dimana benang yang lebih pendek (a) berada pada bagian depan, sedangkan benang yang panjang (b) berada pada belakang. (atau contoh gambarnya ya...)
Ujung benang pendek mengarah ke bawah.



 Ambil ujung benang kemudian buat simpul seperti pada gambar. (ujung benang ada di bagian atas simpul)

 Masukkan jarum dari bawah lingkaran (jangan dari depan ya....)









  Tarik benang panjang (b) dengan menggunakan ujung kaitan pada jarum. Tarik menuju lingkaran.

  TIPS: untuk memudahkan teman-teman pada saat menarik benang, gunakan ibu jari untuk menahan simpul lingkaran, sehingga lingkaran tidak lepas pada saat benang ditarik.

 


 Tarik benang hingga masuk melewati lingkaran.









 Lepaskan ibu jari yang menahan simpul. Kemudian tarik jarum sehinga simpul menjadi kencang

 (tanda panah kuning : bagian yang mulanya ditahan oleh ibu jari)





TARA......jadilah simpul awal untuk memulai rajutan. Simpul ini cukup kuat meski pun jarumnya dilepaskan pun tidak masalah. Namun jangan menarik ujung benang (a) karena simpul dapat lepas dan menjadi benang lurus kembali.


Nah....setelah teman- teman berhasil membuat simpul awal.....kita akan belajar 'tusuk rantai'. Ikuti terus posting saya ya.....(^o^)/

Selasa, 28 Juni 2011

Bagaimana Agar Bisa Merajut?

Holla...

Sering sekali, ketika baca comic atau melihat film dan serial TV asal Korea dan Jepang, kita menemukan ada kegiatan "MERAJUT" yang dilakukan oleh tokoh dalam cerita tersebut.... Nah...kan jadi pengen tuh ikutan buat syal untuk orang yang disayangi... TApi gimana caranya? Duh.....nanya orang, ga semua paham dengan keinginan kita. Begitu ketemu sama temen yang juga kepengen....eh...sama- sama ga bisa ngerajut. Bingung, geregetan, dan akhirnya pasrah, "Ah..yaw dah lah....itu kan cuma ada di comic..."

Sedih sih....
Tapi kalo dengan ajaib bisa mengetahui bagaimana caranya agar bisa merajut....maka luapan kegembiraan dan antusiasme yang kita miliki bisa menjadikan energi positif untuk bisa belajar merajut.

A. Merajut ada 2 caranya
1. Rajut Hakpen/Croccet

Teknik ini lebih dikenal di kalangan masyarakat Indonesia. Teknik ini berbeda dengan teknik yang teman-teman lihat di comic atau serial TV. Teknik ini hanya menggunakan satu jarum saja. Alatnya (jarumnya) disebut Hakpen atau Hakken. Jarum Hakpen dapat teman-teman peroleh di toko alat menjahit. biasanya  jarum hakpen memiliki dua sisi, dengan nomer jarum yang berurutan. Umunya jarum hakpen terbuat dari besi. namun ada juga yang terbuat dari plastik atau bambu.


2. Rajut Knitting
Nah..teknik inilah yang sering teman-teman lihat di comic atau serial TV. Teknik ini menggunakan dua jarum. Alatnya disebut jarum knitting. Jarum knitting agak susah dicari. Bisa jadi saat teman-teman ke toko alat menjahit dan meminta jarum rajut, maka teman- teman akan diberi jarum hakpen. Apabila teman- teman lebih memilih belajar teknik Knitting dan kesulitan memperoleh jarumnya, teman- teman dapat memanfaatkan media online untuk membeli jarum knitting.


B. Alatnya
Alat yang perlu teman- teman persiapkan yaitu :

1. Jarum Hakpen
 Jika teman- teman memilih teknik Croccet, maka teman- teman perlu mempersiapkan jarum hakpen dalam berbeapa ukuran. Ukuran jarum hakpen bervariasi. Untuk pemula, saya sarankan agar membeli jarum no.1/0- 2/0 dan 3/0-4/0

2. Jarum Knitting
Jika teman-teman memilih teknik Knitting, silakan membeli sepasang jarum knitting, jangan hanya satu. Ukuran diameter jarum knitting bermacam- macam. Sesuaikanlah dengan ukuran benang yang akan teman- teman gunakan.

3. Meteran Baju
Alat ini berfungsi untuk mempermudah teman- teman menentukan ukuran hasil rajutan yang akan teman- teman buat. Misal tidak punya meteran baju, teman- teman dapat menggunakan penggaris. Alat ini sangat penting apabila teman- teman ingin membuat pakaian rajutan.

4. Gunting
Ini teman- teman perlukan untuk memotong benang ketika rajutan sudah selesai.

C. Bahan
Bahan yang teman- teman perlukan, tentu saja adalah benang. Nah, benang ada bermacam- macam. Untuk latihan, saya sarankan teman- teman menggunakan benang katun. Apabila di toko alat menjahit tidak menyediakan benang katun, teman- teman dapat menggunakan benang woll sebagai gantinya.
1. Benang Katun
Benang katun ada dua macam, benang polos dan benang sembur.
1.a. Benang polos adalah benang katun yang hanya terdiri dari satu warna saja dalam satu gulungan.

1.b. Benang sembur adalah benang katun yang warnanya merupakan campuran dari dua tau lebih warna dalam satu gulungan.

Benang ini paling mudah digunakan untuk latihan teknik dasar. Paling cocok digunakan untuk membuat pakaian karena bahannya dingin dan nyaman. Harganya berkisar antara 8rb-12rb/gulung (tergantung toko yang menjual). Juga tergantung merk benangnya. Untuk benang katun, saya biasa menggunakan jarum hakpen no.2/0 atau 3/0.

2. Benang Woll

Benang woll sangat mudah diperoleh. Ada benang dalam gulungan besar dan ada benang dalam gulungan kecil. 

Benang ini dapat teman-teman manfaatkan untuk membuat bros atau temapt HP. namun benang ini tidak cocok bila digunakan untuk membuat pakaian, karena terasa gatal di kulit dan panas.
Sebenarnya woll ada berbagai jenis. Namun secara umum woll yang ada di toko alat jahit sama jenisnya (woll untuk kruistik). 

Jenis woll yang digunakan untuk membuat pakaian juga ada, bahkan terasa lembut di kulit pun ada. Hanya saja, woll jenis ini biasanya diimpor dari negara empat musim. Harganya relatif mahal. Bila teman- teman menginginkan sembuat syal dari bahan woll halus, silakan teman- teman memanfaatkan media online untuk mendapatkannya.

C. Mulai merajut
Nah...setelah alat dan bahan sudah siap, yang teman- teman perlukan selanjutnya adalah buku panduan merajut atau seseorang yang dapat mengajari teman- teman merajut. Bila teman-teman kesulitan mendapatkan buku panduan merajut atau tidak menemukan seseorang yang dapat merajut, teman-teman dapat mengikuti posting saya selanjutnya. Jangan menyerah dulu ya....

Selamat memulai kegemaran yang asyik ini... ^-^

17 tahun, papan tulis, dan jatuh cinta (episode 2)


Gara- gara takut patah hati lagi –setelah aku memutuskan mengakhiri perasaan khususku pada ketua kelasku di SD –aku bersumpah bahwa sebelum umurku 17 tahun, aku ga bakal pacaran. Kalo dipikir lagi..aneh juga ya pikiranku itu hohohohoho.. dan ternyata memang aku adalah gadis gentelman yang menepati janjiku, sampai- sampai aku sempat menderita alergi cowok (ini serius loh). Maka kehidupanku sebagai manusia yang mengejar cita- cita tanpa peduli cinta pun berlangsung selama bertahun- tahun.

Ketika tiba masa dimana usia enam belasku mendekati akhirnya, setelah aku mengevaluasi diri, ternyata rencanaku berantakan, dan hanya sanggup menepati inti sumpahnya saja plus bonus alergi cowok (buruk deh pokoknya). Ku lalui peringatan tujuh belasku itu dengan sederhana hahahaha...bersama teman- teman yang baik. Aku bahkan sudah ga kepengen lagi punya pacar, toh kehidupanku saat itu baik, sehingga mengejar cita- cita untuk lulus SMA dan lolos UM UGM lah yang lebih menyita perhatianku.

Namun takdir memang aneh. Sekitar tujuh hari setelah ulang tahunku, aku terpana melihat petugas piket hari itu. Selama beberapa detik, aku menatap punggungnya, bahunya yang lebar, dan dirinya yang sedang menghapus tulisan di papan tulis. Wow! Wow! Wow! Keren buangeeet.....! Entah mengapa khayalanku sampai pada sosok Sanosuke Sagara. Maka, dengan sangat aneh aku menyatakan bahwa pada saat itulah aku langsung jatuh cinta pada sosok yang piket menghapus papan tulis itu. OK, aku tahu ini konyol, tapi begitulah cinta masa remaja, penuh kejutan.

Sejak saat itulah, siSanosuke Sagara itu menjadi objek paling menarik seSMA. Setiap pagi, aku pasti memastikan sendiri kedatangannya. Setiap dia tidur di kelas saat istirahat, aku mencuri- curi pandang, bahkan mengabadikan peristiwa itu dengan sketsa. Ketika dia maju mengerjakan soal di papan tulis, aku akan menatapnya penuh sinar kekaguman. Ketika dia olah raga, aku pasti memberinya dukungan. Bahka saat pengajian Ahad pagi pun, aku taruhan dengan temanku, dia datang atau tidak hohohoho...Rasa sukaku makin melenceng dari garis logika. Namun begitulah wanita, dan ternyata aku pun wanita juga hahahahaha.....

Menyadari bahwa dia tak sama dengan Sanosuke Sagara, dan sadar bahwa setiap orang tidak mau disama- samakan dengan orang lain, maka ku ubahlah nama siSanosuke Sagara itu menjadi Rinosuke. Aku mengadakan selamatan dengan tumpeng nasi kuning lengkap dengan lauk pauknya, diiringi doa bersama agar nama baru tersebut membawa berkah bagi penyandangnya (Santai ajah, yang terakhir itu bohong kok ^_^).

Rinosuke adalah cowok paling keren menurut pandanganku. Rinosuke adalah cowok yang tidak bisa membaca comik, tidak sebanding dengan reputasiku. Rinosuke adalah cowok dengan kepandaian diatas rata- rata yang nilai- nilainya diatas nilai- nilaiku ketika dia rajin belajar sementara aku malas. Rinosuke adalah cowok yang bisa segala macam olah raga. Rinosuke adalah pria gentelman yang membela kebenaran dan keadilan. He..he..he..kok lama- lama lebay ya.... Fakta pentingnya, ternyata dia alergi cewek. Wakakakakakak...pas banget khan ma aku yang alergi cowok. Lebih tepatnya agak canggung berinteraksi dengan cewek.

Rasa suka, simpatik, sayang, dan cintaku begitu besar padanya seiring dengan bertambahnya waktu. Bahkan aku merencanakan untuk melamarnya menjadi suamiku. Untung saja ide gila itu tak ku laksanakan. Hahahaha..jangan- jangan dia langsung pingsan, repot aku. Pada Rinosuke inilah, aku merasakan perasaan yang sungguh- sungguh untuk pertama kalinya. Aku mendoakan kesehatan, keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraannya. Aku memperhatikan dirinya, aku histeris tiap tak sengaja melihat sosoknya, aku tak bisa tidur cepat setelah berbicara dengan dia. Yeah! Kekonyolan tingkat tinggi yang terus mewarnai hari- hariku di SMA. Parahnya, aku dan teman- temanku menyusup ke ruangan arsip guru, mencuri informasi tentang dirinya, dan sukses besra loh. Hahahaha!!!! Don’t try this at home! Aneh lah. Aku sendiri tak percaya aku bisa sekonyol itu. Kayak agen 007 ajah.

Perasaan resah karena cinta, target kelulusan, dan target masuk universitas, bercampur aduk menjadi tak karu- karuan dalam kehidupanku. Akhirnya, yah....sampai disanalah cerita bersamanya. Kami terpisah setelah lulus, oleh jarak dan waktu. Perasaanku tetap bertahan meski sudah kuliah. Aku hanya satu kali berjumpa dengan dia semenjak hari pembagian ijasah. Hingga tulisan ini di buat dan dipublikasikan, aku belum pernah berjumpa lagi dengannya.

Pada pertengahan semester tiga, dengan berat hati, sambil menatap gunung Merapi yang tampak biru cerah, aku memutuskan untuk mengakhirinya. Begitulah kisah ini ku akhiri. Aku tetap mengenang Rinosuke sebagai yang terbaik, dan mengabadikan kenangan itu dengan menyandang nama Rinosuke hingga saat ini. Hmm...kisah yang manis. Kalo mendadak ketemu Rinosuke, pasti aku langsung histeris! AAAAAAaaaaaaaaa!!!!!!

Pada pertengahan semester tiga, dengan berat hati, sambil menatap gunung Merapi yang tampak biru cerah, aku memutuskan untuk mengakhirinya. Begitulah kisah ini ku akhiri. Aku tetap mengenang Rinosuke sebagai yang terbaik, dan mengabadikan kenangan itu dengan menyandang nama Rinosuke hingga saat ini. Hmm...kisah yang manis. Kalo mendadak ketemu Rinosuke, pasti aku langsung histeris! AAAAAAaaaaaaaaa!!!!!!

Kekonyolan Taraf Internasional


Legenda kekonyolan hidupku tidak berhenti begitu saja. Kali ini kekonyolan itu menyangkut- nyangkut nama baik Lab, Instansi, Bangsa dan Negara. Hmm..sebut saja kekonyolan taraf internasional.
Sejak bulan ini, ada mahasiswa Jepang yang bergabung di Lab tempatku melakukan riset. Ku pikir dia hanya berkunjung beberapa hari, say hello, tanya- tanya, piknik- piknik, lalu pulanglah dia ke negara asalnya. Maka selama kira- kira satu minggu aku menghilang, tak bertandang ke Lab untuk menghindari perjumpaan dengan si Jepang. Aku tidak mau bertemu bukan karena aku tak suka, namun karena aku sedang mengerem kegilaan ku terhadap Jepang sebab aku memerlukan energi ekstra untuk mengolah cerita berlatar belakang Jawa,(asal tahu saja, aku selalu menggunakan nama dan kebudayaan Jepang dalam cerita bikinanku karena terpengaruh oleh comik). Banggalah diriku karena merasa sudah bisa mengatur strategi untuk menyelamatkan kemurnian otakku.
Sayangnya, tak ada seorang pun anak Lab yang memberitahu ku bahwa Jepang-san itu berencana tinggal, bahkan sampai menyewa ruangan bertarif 1,8jt/bulan di wisma kampus. Melesetlah perkiraanku.
Hari itu, dengan semangat untuk memulai penellitian, dan perasaan aman karena tidak terancam bertemu Jepang-san, aku datang ke Lab dengan senyum cerah ceria tralala hula hula. Siapa yang menyangka bahwa kenyataan tak seindah khayalan.
Aku sedang sibuk membaca tulisan di salah satu jejaring sosial, ketika tiba-tiba ada seseorang masuk menyalakan lampu Lab dan menyapa, "Hallo..." Aku bengong, meski sempat menjawab sapaan itu secara reflek. Lha kok Jepang-san yang muncul? Waduh!
Alarm tanda bahaya sudah berbunyi. Kekonyolan itu pun dimulai.
Gara- gara ada penggunaan komputer tambahan di Lab, colokan kabel yang biasa digunakan Jepang-san jadi terpaksa ngendon di bawah meja. Dia mulai celingak celinguk mencari colokan ajaib itu. Sebagai manusia yang tanggap pada keadaan, akhirnya aku menerangkan pada dia bahwa colokannya harus di tarik keluar dulu. Namun untuk menarik colokan itu keluar, aku harus mematikan sambungan listrik, atau aku akan kesetrum konyol. Artinya, aku harus mematikan komputer yang ku gunakan untuk berjejaring sosial.
Dengan cengiran yang tak berguna, aku bilang, "Sebentar, saya matikan ini dulu."
Dia menatapku dan berusaha bersimpati pada kegiatanku. "Kalo mau pakai dulu, silakan. Saya dua jam saja pakai ini."
"Tidak usah. Ini tidak penting," jawabku sambil menunjuk tampilan jejaring sosial di layar sambil menahan malu. Ketahuan kan di Lab kerjaannya ngapain.
"Oo.......Ya," jawabnya kayak samurai di anime- anime.
Aku kesotan di lantai, berusaha meraih colokan ajaib itu dan berusaha mencabut salah satu kabel yang digunakan untuk komputer tambahan. Ternyata tak semudah bayanganku. Gara- gara ada di bawah meja,kabel itu jadi dua kali lipat lebih susah dicabut. Aku tak dapat membayangkan ada makhluk aneh, besar, kelesotan, dan disaksikan Jepang-san, sedang sekuat tenaga narik kabel. Setelah perjuangan yang cukup memakan tenaga, terbebaslah colokan ajaib itu sehingga bisa dijangkau kabel Laptop Jepang-san.
Aku bernafas lega. Fiuh...selesai deh, tinggal kabur ke museum dan biarlah Jepang-san sendirian. Sayang sekali, lagi-lagi Tuhan menggariskan jalan hudipku menuju arah yang ganjil.
Jepang-san tampak panik. Dia celingak celinguk mencari sesuatu di kolong meja. Aku jadi terbawa suasana melihat kegiatannya dan ikut celingak- celinguk. Cukup dengan tatapan bertanya- tanya, si Jepang sudah mengerti bahwa aku terheran- heran dengan polah tingkahnya.
"Kabel saya tidak ada," katanya.
Hah?! Mampus aku!
Jepang-san langsung tengkurap di atas meja Lab, mencari kabelnya, berharap kabel sialan itu jatuh pada celah antara dinding dan meja. Dia mulai menarik- narik kabel-kabel yang berseliweran di sana. "Mungkin jatuh di sini," katanya lagi.
Aku mengingat- ingat, memang dia selalu meninggalkan dua kabel di meja kerjanya bersamaan satu bendel fotocopy jurnal. Lhah, kemana tu kabel? Kecepatanku menganalisa keadaan menemukan bahwa kabel merah miliknya teronggok di atas meja. Lalu kemana kabel satunya?! Aku mulai panik.
Dia sudah selesai mengobrak- abrik celah dan menarik- narik kabel yang ada. Tampangnya semrawut. Sembari membersihkan tangannya dari debu yang menebal pada celah itu, dia menuduh, "Seseorang ambil. Seseorang curi."
Wadaaaaahh......!!
"Enggak....Enggak..," jawabku setengah histeris, berusaha meyakinkan dia bahwa di Lab kami tak pernah ada kasus pencurian.
Dia mulai heboh, muter- muter ke penjuru Lab mencari kabel sialan itu. Aku tak mau kalah, aku pun segera menarik berbagai macam kabel yang ada di bawah meja komputer. Kredibilitas Lab, Jurusan, Fakultas, dan Bangsaku dipertaruhkan di sini, di hadapan Jepang-san!
"Ada yang ambil. Mungkin dicuri. Seseorang curi," ocehnya tak karuan.
Aku hampir saja berteriak memperingatkannya agar tak menuduh membabi buta, namun tanganku berhasil meraih sebuah kabel dari bawah meja. "Ini?" tanyaku bersemangat, berharap itulah kabel sialan yang dia cari.
"Bukan," jawabnya.
Busyet dah...salah!
Aku tak menyerah, dan berusaha menarik kabel lain. "Ini?"
" Bukan,"jawabnya dengan muka ditekuk- tekuk. " Seseorang ambil kabel saya. Mungkin ada yang ambil."
"Tidak...Tidak...," jawabku ngotot.
Dia muter- muter tidak jelas lagi di penjuru Lab, mencari kabel sialan yang tadi tak berhasil di temukannya. "Seseorang..."
STOP! Bentak ku dalam hati.
"Apa warnanya?" tanya ku tegas. Lebih tepatnya mulai kesal.
"Hitam,"jawabnya mulai putus asa. ( hohoho ku kira warnyanya putih..).
Lalu pikiran logisku memerintahkan aku untuk menelepon seseorang yang mungkin mengetahui dimana kabel sialan itu berada. Sembari menanti sambunganku tersambung, aku menuju ruangan laboran yang terkunci, instingku di sana dapat ku temukan jawabannya.
Sedang sibuk menelepon, aku sempat melihat dirinya. Jepang-san duduk di kursi singgasananya, tampak pasrah dan mulai sok cuek dengan membaca jurnal. Tapi dia sempat- sempatnya ngomong, " Tidak apa- apa, mungkin ada yang curi."
" Tidaaak...Tiiiidaaak.....," jawabku putus asa.
Sambungan terhubung. Segera aku nerocos minta keterangan pada lawan bicaraku di telepon. Tatkala aku berhasil membuka ruang laboran yang terkunci, aku mendapati kabel sialan itu sedang santai- santai nongkrong di atas CPU rusak. "Dah, mba. Udah ketemu," jawabku mengakhiri telepon.
Aku lega sekaligus jengkel. Ku raih kabel sialan itu, lalu segara aku menyodorkannya pada Jepang-san, "This is yours."
Dia langsung menyambar kabel sialan itu, "A!..Terimakasih."
Aku tak menjawab, hanya dengan seringaian tak jelas maknanya yang ku tujukan pada Jepang-san.
Selesailah perjuanganku. Aku tak pernah menyangka, pertama kalinya berinteraksi dengan Jepang-san adalah gara- gara kabel.
Endingnya? Aku masuk museum, mendinginkan kepalaku, kemudian bekerja di sudut Lab yang jaraknya paling jauh dari singgasana Jepang-san. Aku sedikit iri pada adik tingkatku yang hanya nguping di museum mendengarkan dialog aneh itu. Huhuhuhu....kenapa harus ak?? Hweee
T~T

MERAJUT


Hai Hai Hai....
Akhirnya, saya menemukan tema yang bisa saya kembangkan dalam Blog ini....yaitu Merajut. Saya sudah lama tertarik (gara-gara baca comic), namun baru dua tahun lalu memperoleh kesempatan belajar merajut. Nah...saatnya untuk mengajak kawan-kawan yang lain merajut.

Blog ini juga saya persembahkan pada kawan-kawan saya yang bersedia menjadi murid saya. Pada akhirnya kami terpisah oleh jarak, sehingga, mau tidak mau, media semacam Blog menjadi solusi bagi kami untuk mengkomunikasikan tips-tips merajut, bahkan pola- pola merajut. Kan tidak mungkin saya menyampaikan pola rajutan lewat sms. Jadi....TARA...... saya persembahkan Blog Rinosuke ini untuk media belajar merajut bersama- sama...

(^O^)/